Ketua MAI Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS (dua dari kiri) dan Dekan FPP UMM (tiga dari kiri) seusai penandatanganan MoU. |
PROGRAM
Studi (Prodi) Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) akan
menjadi bagian dari gerakan Indonesia Bertambak yang dicanangkan
Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI). Hal itu terungkap dalam
penandatanganan memorandum of understanding
(MoU) antara Prodi Perikanan UMM dan MAI yang berlangsung Jumat (26/9)
di Aula BAU UMM. MoU ini sekaligus meneruskan kegiatan kuliah umum bagi
mahasiswa Perikanan UMM sehari sebelumnya, Kamis (25/9) di UMM Dome.
Melalui gerakan Indonesia Bertambak, menurut ketua Prodi Perikanan UMM Riza Rahman Hakim SPi MS, lulusan fresh graduate
Perikanan UMM akan segera disalurkan ke tambak-tambak seluruh Indonesia
dalam jangka waktu tertentu untuk mengaplikasikan ilmu yang mereka
dapatkan selama bangku kuliah.
Selain bagi fresh graduate,
MAI juga memberi peluang bagi mahasiswa aktif magang di lembaga
tersebut untuk bekerja bersama akademisi, peneliti, birokrat serta
praktisi bidang kelautan dan perikanan. “Dengan metode ini, mahasiswa
diharapkan memiliki bekal dan wawasan berharga ketika nantinya bekerja
secara mandiri, sekaligus berkontribusi dalam memperluas produksi sumber
daya Indonesia,” tutur Riza yang meraih gelar master di Kasetsart University, Thailand ini.
Ketua MAI Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS selepas penandatangan MoU
menyebutkan, kerjasama MAI dan UMM ini akan sangat strategis karena UMM
dalam banyak hal tengah menjadi trend setter bagi kampus-kampus lain. “Saya juga nantinya
akan berkomunikasi dengan pak Muhadjir Effendy (rektor UMM, red) agar
UMM memiliki concern khusus di bidang kelautan. Ini penting, UMM kan banyak follower-nya, supaya nanti bisa diikuti kampus lain,” ujar mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004 ini.
Lebih dari itu, Sekretaris
Jenderal (Sekjen) Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan
Perikanan Abduh Nurhidayat yang hadir saat kuliah umum memaparkan,
industri akuakultur merupakan penggerak ekonomi unggulan di negara ini.
“Sumber daya ikan Indonesia memang begitu kaya karena pengelolaannya
tidak terbatas oleh cuaca dan waktu,” tandasnya.
Mengamini hal tersebut, Sekjen MAI Ir Agung Sudaryono MSc PhD bahkan
menyebutkan, produksi perikanan budidaya Indonesia merupakan yang
terbesar kedua di dunia, yakni lebih dari 3,5 juta ton per tahun, hanya
kalah dari Cina. Selain itu, lanjutnya seraya merujuk data Biro Pusat
Statistik (BPS) tahun 2014, sektor perikanan budidaya, baik tawar,
payau, maupun laut merupakan sumber pendapatan usaha rumah tangga
terbesar dengan nilai mencapai Rp 196,4 juta per tahun, mengungguli
sektor usaha padi, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan kehutanan.
Bagi Agung, hal itu menjadi bukti bahwa nilai dan produksi sektor perikanan merupakan sumber pendapatan negara paling potensial dibanding sektor agribisnis lain, dan karenanya perlu penanganan khusus. Untuk itu, kata Agung, MAI berharap pemerintah Jokowi-JK mendatang tetap mempertahankan nomenklatur Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam struktur kabinetnya.
Bagi Agung, hal itu menjadi bukti bahwa nilai dan produksi sektor perikanan merupakan sumber pendapatan negara paling potensial dibanding sektor agribisnis lain, dan karenanya perlu penanganan khusus. Untuk itu, kata Agung, MAI berharap pemerintah Jokowi-JK mendatang tetap mempertahankan nomenklatur Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam struktur kabinetnya.
Sikap MAI itu dilatari oleh wacana yang berkembang tentang rencana
pemisahan sektor kelautan dan sektor perikanan, di mana sektor kelautan
akan masuk dalam Departemen Maritim sementara sektor perikanan akan
bergabung dengan Departemen Kedaulatan Pangan termasuk di dalamnya ada
pertanian dan peternakan.
“MAI akan memperjuangkan agar sektor kelautan dan perikanan tidak
dipisah. Kita harus mencontoh negara-negara maju dunia yang sukses di
sektor perikanan seperti Kanada, Norwegia, Irlandia dan Finlandia, di
mana dua sektor itu masuk dalam satu departemen, yaitu Department of Fisheries and Ocean (DFO),” paparnya. (sel/han)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar